Jalan Raya Kalapanunggal: 5 Tahun Penderitaan, Rumah Retak, Kesehatan Terancam, Akibat Janji Palsu dan Truk Overload Star Energy Geothermal

Jul 13, 2025By karesian supersalaka
karesian supersalaka

KALAPANUNGGAL, SUKABUMI – Selama lima tahun terakhir, masyarakat Kecamatan Kalapanunggal hidup dalam bayang-bayang infrastruktur jalan yang hancur dan dampak operasional perusahaan energi panas bumi raksasa, Star Energy Geothermal. Jalan Raya Kalapanunggal, urat nadi utama kehidupan warga, kini tak lebih dari "kubangan pemandian kerbau" yang berlubang parah, berdebu saat kemarau, dan menjadi jebakan maut saat hujan. 

Kondisi Jalan Raya Kalapanunggal telah mencapai titik kritis. Lubang-lubang menganga di sepanjang jalan, seperti yang terlihat jelas pada gambar-gambar yang kami dokumentasikan, bukan hanya sekadar ketidaknyamanan, melainkan ancaman nyata bagi keselamatan dan kesehatan masyarakat.

Setiap hari, pengendara sepeda motor dan mobil harus berjibaku menghindari lubang-lubang besar yang tersebar di mana-mana. Potensi kecelakaan sangat tinggi, mengancam nyawa dan mata pencarian warga yang bergantung pada mobilitas.

Saat siang hari, aktivitas mobilisasi di atas jalan yang rusak parah ini menciptakan awan debu tebal yang menghambur ke permukiman warga. Debu ini tidak hanya mengganggu kenyamanan, tetapi juga berdampak serius pada kesehatan pernapasan masyarakat, terutama anak-anak dan lansia.

Penderitaan masyarakat Kalapanunggal tidak berhenti di siang hari. Setiap malam, operasional truk-truk bermuatan berat milik Star Energy Geothermal yang diduga overload melintasi jalan ini, menyebabkan getaran dahsyat yang meretakkan dinding-dinding rumah warga. "Kaca rumah kami berguncang dahsyat, kamar kami bergetar seperti gempa," ujar Raden Gentar. Getaran ini tidak hanya merusak properti, tetapi juga merenggut hak dasar masyarakat untuk tidur nyenyak, menyebabkan gangguan tidur kronis dan stres berkepanjangan.

Kerusakan rumah akibat getaran truk dan biaya perbaikan kendaraan yang terus-menerus akibat jalan rusak telah menimbulkan kerugian finansial yang signifikan bagi masyarakat. Warga terpaksa mengeluarkan biaya tak terduga untuk memperbaiki properti dan kendaraan mereka, mengikis pendapatan yang seharusnya digunakan untuk kebutuhan sehari-hari.

Masyarakat Kalapanunggal telah menyuarakan keluhan ini sejak tahun 2020, namun hingga kini, tidak ada tinjauan atau evaluasi konkret yang dilakukan oleh pihak yang bertanggung jawab. Janji-janji perbaikan, seperti yang diucapkan Star Energy Geothermal saat sosialisasi pengeboran pada 06 Januari 2025 lalu, hanya sebatas "ocehan" dan "publisitas" tanpa realisasi nyata.

Supersalaka menegaskan bahwa permasalahan ini bukan hanya soal etika, tetapi juga pelanggaran hukum yang serius.

Berdasarkan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (UU LLAJ) Pasal 24, penyelenggara jalan wajib segera dan patut memperbaiki jalan yang rusak yang dapat mengakibatkan kecelakaan lalu lintas. Kelalaian dalam kewajiban ini dapat dikenai sanksi pidana sesuai Pasal 273 UU LLAJ, terutama jika menimbulkan korban luka ringan atau lebih parah. Pemerintah kecamatan dan kabupaten, sebagai pihak yang bertanggung jawab atas jalan daerah, telah gagal memenuhi kewajiban ini.

Operasional truk Star Energy Geothermal yang diduga melebihi kapasitas muatan melanggar Peraturan Menteri Perhubungan (Permenhub) Nomor 18 Tahun 2021 tentang Pengawasan Muatan Angkutan Barang dan Penyelenggaraan Penimbang Kendaraan Bermotor di Jalan, serta UU LLAJ Pasal 307. Sanksi denda untuk pelanggaran muatan berlebih seringkali sangat rendah, hanya sekitar Rp 500.000, jauh di bawah keuntungan yang diperoleh perusahaan dari pengangkutan muatan berlebih, sehingga tidak memberikan efek jera.

Kerusakan properti akibat getaran truk dan dampak debu pada kesehatan masyarakat dapat dikategorikan sebagai kerusakan lingkungan. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (UU PPLH) memberikan hak kepada organisasi lingkungan, seperti Supersalaka, untuk mengajukan gugatan demi kepentingan pelestarian fungsi lingkungan hidup (Pasal 38(1)) dan menuntut ganti rugi serta tindakan pemulihan (Pasal 90). Masyarakat berhak atas lingkungan hidup yang baik dan sehat sebagai bagian dari Hak Asasi Manusia.

Star Energy Geothermal, sebagai perusahaan yang beroperasi di wilayah Kalapanunggal, memiliki tanggung jawab sosial perusahaan (CSR) yang mencakup pengembangan infrastruktur di area operasionalnya. Ini adalah kesempatan emas bagi Star Energy Geothermal untuk membuktikan komitmen CSR mereka bukan hanya di atas kertas, melainkan melalui tindakan nyata. Masyarakat Kalapanunggal menuntut pertanggungjawaban langsung dan rencana aksi konkret untuk perbaikan jalan, mitigasi dampak operasional, serta kompensasi atas kerugian yang telah diderita.

Sebagai Ketua Supersalaka, saya, Raden Gentar, bersama seluruh masyarakat Kalapanunggal, menuntut:

1. Perbaikan Jalan Segera: Star Energy Geothermal dan pemerintah daerah harus segera memperbaiki Jalan Raya Kalapanunggal secara menyeluruh, bukan hanya tambal sulam.
2. Penghentian Pelanggaran: Star Energy Geothermal harus mematuhi peraturan batas muatan kendaraan dan mencari solusi logistik yang tidak merugikan masyarakat.
3. Kompensasi dan Pemulihan: Ganti rugi atas kerusakan rumah, kerugian finansial, dan dampak kesehatan akibat debu dan getaran harus diberikan kepada masyarakat yang terdampak.
4. Transparansi dan Evaluasi Berkelanjutan: Adanya mekanisme pengawasan yang transparan dan evaluasi berkala terhadap dampak operasional perusahaan.

Melalui Superwarta, kami akan terus menyuarakan aspirasi ini ke khalayak publik yang lebih luas, baik masyarakat, perusahaan, maupun pemerintah di skala nasional. Kami tidak akan berhenti sampai Jalan Raya Kalapanunggal kembali berdaulat, aman, dan nyaman bagi seluruh warganya.

PETISI JL.KALAPANUNGGAL 

#JalanRayaKalapanunggalBerdaulat #StarEnergyTanggungJawab #SuaraKalapanunggal #superwarta #karesiansupersalaka #supersalaka